SUMUT-Sampah merupakan persoalan yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia modern sekarang ini. Salah satu ciri masyarakat modern adalah gaya hidup yang semakin konsumtif dari waktu ke waktu. Selain populasi manusia yang terus bertumbuh, gaya hidup inilah yang membuat planet bumi semakin terbebani dengan sampah.
Sampah yang dihasilkan bersumber dari kegiatan memproduksi barang konsumsi dan dari aktivitas mengkonsumsinya. Semakin banyak konsumsi semakin banyak pula sampah dihasilkan baik dari aktivitas konsumsinya sendiri maupun dari aktivitas menghasilkan bahan baku dan mengolahnya menjadi barang konsumsi. Sampah akan bertambah banyak karena proses distribusinya dari tempat pengolahan ke pasar hingga ke konsumen akhirnya, "tulis Peneliti di CARE IPB University Prof Dr Ir Manuntun Parulian Hutagaol, MS, Senin (25/12/2023)
Destinasi wisata internasional Danau Toba (DWIDT) secara umum dapat dikatakan masih termasuk daerah pedesaan. Persoalan sampah di kawasan pedesaan seperti di KDT umumnya tidak seburuk dengan masalah sampah di daerah perkotaan. Selain kepadatan penduduk relatif rendah, penduduk tersebut umumnya belum begitu konsumtif karena daya belinya masih relatif rendah.
Namun, ke depan masalah sampah di destinasi KDT akan makin serius. Suatu saat masalah sampahnya akan dapat menandingi masalah di kawasan perkotaan bila tidak diantispasi dengan cermat dan tepat.
Ada dua faktor penyebabnya. Sampah yang bersumber dari penduduk lokal dan sampah yang ditimbulkan pengunjung. Kehadiran turis asing dan domestik akan membuat produksi sampah meningkat tajam baik secara langsung melalui penambahan manusia yang bergerak di KDT dan secara tidak langsung perubahan gaya hidup dari gaya hidup desa menjadi gaya hidup perkotaan. Perubahan gaya hidup ini secara langsung didukung oleh pendapatan masyarakat yang meningkat karena kehadiran turis tersebut.
Produksi sampah akan terus meningkat sejalan dengan meningkatnya aktivitas wisata internasional. Pengolaan sampah konvensional yang bertumpu pada kesigapan birokrasi dan anggaran pemerintah lokal tidak akan mampu menangani persoalan sampah yang semakin meningkat tersebut. Sekarang ini saja tampak dengan jelas bahwa pemerintah kewalahan menangani masalah sampah di kawasan ini. Di berbagai spot wisata, seperti Tongging, Haranggaol dan Tigaras, sampah masih bertebaran. Sampah tidak hanya bertebaran di pinggiran Danau Toba, juga di selokan atau anak sungai. Sampah ini potensil menjadi pemicu banjir dan sarang nyamuk yang menjadi vektor penyakit pada manusia. Disamping itu sampaj inilah salah satu penyebab utama pencemaran air Danau Toba.
Pemerintah harus melakukan upaya-upaya antisipatif dan efektif untuk menangani masalah sampah. Masyarakat perlu selalu diberi pemahaman tentang arti pentingnya menjaga kebersihan. Mengatasi sampah dengan cara mencegah, memilah dan mengolah. Apabila turis menuntut kenyamanan berwisata, maka turispun perlu turut berperan dengan tidak membuang sampah sembarangan. Sampah yang berserakan adalah sumber ketidak nyamanan berwisata. Oleh karena itu, pemerintah harus melakukan berbagai inovasi dalam penanganan sampah di Kawasan Danau Toba. Sampah harus dikendalikan secara efektif agar kunjungan turis asing dan nasional terus meningkat ke destinasi ini. Semoga sukses, "tulis Peneliti di CARE IPB University Prof Dr Ir Manuntun Parulian Hutagaol, MS,